Qurban merupakan sari'at Nabi Ibrahim yang kemudian dilanjutkan oleh Nabi Muhammad sebagai manifestasi ketaatan pada Tuhan, yang diabadikan dalam Al qur'an surat as shoffat (37) ayat 102 yang artinya: "... Maka tatkala anak itu (Ismail) telah mencapai umur dewasa. (Nabi Ibrahim berkata): wahai anakku, sungguh aku melihat dalam tidurku menyembelihmu, bagaimana pendapatmu. Wahai bapakku, kerjakanlah apa yang telah diperintahkan kepadamu, sungguh (Engkau) akan mendapatiku sebagai orang yang sabar."
Bagaimana mungkin anak semata wayang yang telah lama ditinggalkan dari kehamilan hingga lahir di gurun pasir yang kerontang, dan telah berkembang dewasa harus disembelih (dikurbankan) atas kehendak Allah. Tentu tanpa ketaatan yang mendalam mesti akan ditolak (tak dihiraukan). Demikian halya Ismail yang menerima dengan lapang dada, begitu pula Hajar Ibunya. Adalah keluarga teladan dalam ketaatan kepada Allah SWT yang mesti diteladani oleh keluarga muslim dan mukmin masa ini.
Ketaatan yang tanpa reserve inilah yang kemudian digantikan oleh Allah dengan seekor domba besar.
Lalu hari ini bagaimana umat Nabi Muhammad saat diperintah untuk menyembelih qurban di hari nahr dari sedikit nikmat yang telah diberikan Allah kepadanya. Ia taati atau enggan. Padahal jelas Nabi pernah memerintah dalam hadis yang diriwayatkan oleh Hakim dan Ibnu Majjah: Dari Abi Hurairah berkata, Nabi SAW bersabda: "Barang siapa yang diberikan kelebihan (harta kekayaan) dan tidak mau berqurban (menyembelih hewan qurban di hari Nahr), maka janganlah mendekati tempat shalatku (HR. Ahmad dan Ibnu Majjah)."
Bahkan Nabi menjamin bahwa hewan yang disembelihnya akan menjadi saksi kebaikan di hari kiamat nanti. Sebagaimana Sabdanya, yang artinya: "Dari Aisyah, bawaannya Nabi SAW bersabda: Tidaklah perbuatan Anak Adam (manusia) yang paling disukai Allah SWT, melainkan mengalirkan darah (menyembelih hewan qurban). Karena sesungguhnya akan datang di hari kiamat nanti (menjadi saksi) bersama tanduknya, rambutnya, vdan bulunya. Dan bahwasanya darah akan sampai kepada Allah di suatu tempat sebelum darah menetes ke bumi. Maka hendaklah (jiwa) manusia terpanggil untuk menunaikannya (HR. at Tirmidzi dan Ibnu Majjah).
Begitu pentingnya qurban ini. Hingga Allah menyandingkannya dengan perintah shalat, sebagaimana dinyatakan oleh Allah dalam surat al Kaustar ayat 3: "Maka shalatlah karena Tuhanmu dan berqurbanlah." Demikian Ibnu Taimiyah menafsirkan ayat ini. Makna lain, berqurban merupakan bentuk mendekatkan diri seorang hamba, cara berterimakasih, serta bukti penghambaan diri kepada Tuhannya "manifestasi ketaatan" hamba.
Maka manakala ia melakukannya, sungguh ia adalah seorang yang taat pada Tuhannya, sebaliknya ketika ia tidak melakukannya (padahal nikmat telah diberikannya), sungguh ia telah kufur atas nikmatNya. Lalu nikmat mana lagi yang akan didustakan?
M. Yazid Mar'i: Disampaikan dalam Khutbah idul adha di Masjid Al Ghonim Trucuk
1 Komentar
Allahu Akbar Walillahil Hamd
BalasHapus